I Love Malino
Itulah sambutan dari deretan kaos-kaos yang menghiasi toko suvenir ketika kami berkunjung ke Pasar Sentral Malino di hari Selasa (25/10/2011) silam.
Nggak jauh berbeda dari kalimat tersebut:
I Love My Mom and My Mom Love Traditional Market
Hahaha
Is it really lovable guys? Let's find out!
Setelah puas berkunjung ke Air Terjun Takapala yang menjadi obsesiku, kini saatnya berganti memenuhi obsesi Ibu yang punya hobi keliling pasar tradisional. Hmmm, sebetulnya penasaran juga. Seperti apa ya gerangan Pasar Malino ini? Apa beda dengan pasar di Jawa ya?
SILAKAN DIBACA
Oke deh! Yuk kita telusuri sama-sama! Kita buktikan apa benar pasar Malino ini benar-benar mencitrakan I Love Malino seperti yang terpampang di deretan kaos-kaos itu.
Kami berjumpa dengan pedagang grosir mangga khas Sulawesi (entah apa jenisnya). Aku sih nggak sempat mengicipi tapi kata Ibu rasanya belum terlalu manis. Mungkin ya memang masih belum matang betul.
Pisang! Yang ini dahsyat! Dari ukuran dan rasanya menang telak dari pisang di Jawa. Nggak enak kalau dimakan langsung. Ini untuk dibuat pisang goreng atau pisang epe.
Ada juga tomat keriting. Wew, baru sekali ini lihat tomat yang berkerut. Katanya sih enak untuk disayur. Tapi kalau dibawa pulang ke Jawa bakal susah membawanya.
Ini dia oleh-oleh khas Malino, dodol dan wajik. Hahaha, manis-manis ya? Manisnya itu karena gula aren. Harganya sekitar Rp10.000 hingga Rp15.000.
Suasana di los-los Pasar Malino. Nggak jauh beda dengan pasar di Jawa. Hanya saja sepi karena memang kami datang di siang hari, hehehe.
Bicara Malino, belum afdol rasanya kalau belum menyinggung buah Markisa. Ya, banyak los yang menjual buah Markisa. Tentu harganya lebih miring dibandingkan jika sudah diolah menjadi sirup yang banyak dijajakan di kota Makassar.
Di beberapa los ada yang menjual gula aren. Gula ini dipakai untuk pemanis sajian khas Malino seperti dodol dan wajik.
Kami juga sempat singgah ke sebuah warung makan. Di sana kami menjumpai ubi yang digoreng. Kudapan nikmat untuk mengganjal perut yang sudah keroncongan.
Ubi goreng itu ternyata juga bisa menjadi teman menyantap ikan balado ini. Kombinasi yang aneh memang, ubi dan ikan, tapi kalau dicoba rasanya enak juga.
Mayoritas warga setempat mengkonsumsi ikan. Beda ya dengan di Jawa yang lebih dominan menyantap unggas ternak. Ikan yang dijual seperti ini sudah dibersihkan dan dibumbui. Siap untuk digoreng.
Malino yang terletak di Kecamatan Tinggimoncong berhawa sejuk, jadi lumrah bila banyak flora indah yang tumbuh di sana. Di pasar banyak juga yang menjual tanaman hias berbunga indah seperti ini.
Bagaimana Pembaca? Apakah sudah jatuh cinta pada (pasar) Malino? Hehehe.
Eh ya, apa ada keunikan dari pasar di tempat tinggal Pembaca? Silakan berbagi di kotak komentar lho ya!
NIMBRUNG DI SINI
https://andietafoodjourney.wordpress.com/2016/09/14/waje-beras-malino-satu-lagi-oleh-
oleh-khas-sulawesi/
https://andietafoodjourney.wordpress.com/2016/09/11/manisan-mangga-malino/
Btw, nyoba manisan mangganya? super enak!
Aku nggak nyobain mangganya. Yang aku coba rambutannya. Enak banget!
Wanginya itu loh khas bgtttt...
Eh, tomat sayur yang berkerut gitu di Aceh banyak deh p... pas masih tinggal di sana mamaku sering beli kok.. lebih asem memang, jadi cocoknya dimasak dulu.
tomat itu emmang tomat sayur, enak kalau dipakai untuk masak asemasem
krenyes, renyah kalau dimakan :D
Kalo di Sulawesi, adalah biasa makan ubi ditemenin ikan rica, dan memang rasanya enak!
Kalo di Sulawesi, adalah biasa makan ubi ditemenin ikan rica, dan memang rasanya enak!
hmmm dari jenis2 barang/ makanan/ sayuran yang dijajakan saja sudah agak beda ya
sama di Jawa.
Kalo di Kediri tempat saya (jawa timur), beberapa pasar yang berlantai tanah masih suka
becek kalo kena air (ya iyalah) dan bau sampah :(
yg lalu wkt karya wisata jaman SMP dulu.
Klo pasar dekat rumah (di Cawang) keknya ga ada unik2nya